Saturday, June 23, 2007

Turistas (2006)



Setelah menulis postingan pertama, saya berpikir film apa yang akan saya bicarakan untuk pertama kali di postingan berikutnya. Tetapi saya tidak bisa menentukan judul film itu karena saya hampir menyukai semua film horor yang saya tonton (walaupun beberapa ada yang mengecewakan). Akhirnya, saya memutuskan untuk memulai dengan film horor terakhir yang saya tonton.


Film itu adalah Turistas. Disutradai oleh John Stockwell produksi Fox Atomic tahun 2006. Saya sebenarnya sudah melihat film ini di rental sejak dua bulan yang lalu, tetapi saya abaikan, karena kebiasaan buruk saya adalah terkadang lebih tertarik kepada tampilan cover film daripada harus mencari informasi film terlebih dahulu. Dan membaca summary plot di bagian belakang yang sangat tidak menarik yaitu tentang turis yang terjebak di belantara hutan Brazil setelah mengalami kecelakaan akhirnya film itu saya kembalikan ke tempatnya. Sampai kemarin ketika saya membaca review Hostel: Part II di salah satu situs yang kebanyakan memberikan komentar dan penilaian yang tidak memuaskan terhadap film ini. Bahkan salah satu komentar membandingkan Hostel: Part II dengan Turistas. Saya setengah tidak percaya karena saya adalah penggemar berat Hostel dan sangat menunggu sequel dari film karya Eli Roth itu. Bagaimana mungkin bisa dibandingkan dengan Turistas. Saya pun mencari review tentang film Turistas ini dan menemukan komentar yang bertolak belakang dari Hostel: Part II. Daripada semakin penasaran akhirnya saya segera meminjam film Turistas ini dan satu film horor yang lain, Devil’s Reject-nya Rob Zombie.


Setelah menonton film berdurasi 90 menit ini, saya akhirnya harus setuju dengan review yang saya baca. Dalam beberapa hal, Turistas lebih dapat memuaskan penggemar film horor dibandingkan dengan Hostel. Tetapi, perbandingan kedua film ini saya rasa tidak begitu adil, karena kedua film ini melakukan pendekatan yang berbeda terhadap horor. Hostel lebih kepada eksplorasi dan penekanan psikologis penonton dengan bumbu gore yang rapi, sedangkan Turistas lebih memusatkan pada ketegangan yang dibangun antara tokoh protagonist dan antagonisnya. Dan disitulah kelebihan Turistas menurut saya. Tidak sepanjang film memang ketegangan itu dibangun tapi sudah dimulai sejak menit pertama film. Ketegangan semakin meningkat sejak tengah kedua bagian film.


Turistas adalah film yang menjual keindahan alam Brazil. Pantai dengan pasirnya yang putih, air terjun dan gua bawah air yang menakjubkan. Keindahan ini tidak dirasakan lagi setelah keenam tokoh utama kita mengalami masalah dengan barang mereka yang dicuri oleh beberapa penduduk lokal dan secara perlahan memasuki hutan Brazil yang lebat dan akhirnya terjebak di dalam suatu rumah yang disana terbuka semua ketakutan yang tidak pernah mereka pikirkan sebelumnya. Ketakutan yang diciptakan oleh seorang dokter yang sebenarnya bermaksud “baik” kepada penduduk lokal untuk membantu mereka yang membutuhkan pertolongan dengan mendapatkan beberapa organ manusia. Tidak seperti Hostel yang menggambarkan bahwa manusia bisa menjadi sangat tidak manusiawi dengan aktivitas penyiksaan yang intens, Turistas memilih untuk tidak mengeksplor hal yang sama terus menerus, tetapi lebih menyebar hal itu di beberapa scene dengan durasi yang sangat singkat tetapi cukup menyayat dan bisa membuat beberapa penonton mual atau menekan tombol fast forward. Jadi bagi penggemar horor yang mengharapkan gore dan darah seperti The Hill Have Eyes akan menemukan kekecewaan dalam film ini. Tetapi setidaknya ini menjadi contoh bahwa untuk membuat penonton terkesan dengan rasa takur yang dibangun tidak harus dengan banyaknya darah dan pembantaian yang berlebihan. Hal lain yang membantu film ini lebih kelihatan logis adalah akting aktor dan karakter yang dikembangkan di dalam film ini. Tidak seperti film horor yang lain, penonton dapat menebak siapa yang akan bertahan di akhir cerita, film ini memberikan proporsi yang sama pada tiap tokohnya. Walaupun ada satu tokoh yang mempunyai karakter lebih menonjol, hal ini lebih kepada pemanis cerita, bukan pengklasifikasian tokoh. Ditambah dengan script yang ditulis dengan baik dan akrab, akting yang natural dan penduduk lokal yang mendukung membuat film ini kelihatan sangat nyata.


Tapi di sisi lain, sepertinya Turistas tidak bisa melepaskan diri dari “pakem” film horor yang lain, salah satunya adalah kelemahan tokoh utama yang mengakibatkan mereka terjebak dalam situasi yang membahayakan hidup mereka. Mungkin memang hal seperti ini yang diharapkan sutradara untuk memudahkan cerita, tetapi penggemar film horor akan merasa cape deh dengan jebakan-jebakan seperti ini. Seperti saat tokoh utama kita berada di rumah “operasi” tersebut dan kedatangan dokter jahat tapi baik ini, di depan mata mereka sudah melihat banyak hal yang tidak wajar bahkan sudah diperingatkan untuk pergi oleh satu penduduk lokal bahwa suatu keadaan mengerikan akan terjadi pada mereka. Tetapi bukan malah melarikan diri, mereka justru dengan muka heran tetap di tempat sampai akhirnya dibereskam oleh pembantu-pembantu dokter tersebut dan disandera seperti anjing. Satu hal lagi kelemahan film ini adalah ending yang disederhanakan dan sangat basi. Setelah seluruh ketegangan yang hampir sempurna, penonton mengharapkan klimaks yang memuaskan. Beberapa penonton mungkin mengharapkan bahwa sang penjahat akan mati, tetapi tentu tidak dengan cara yang begitu mudah seperti di dalam film ini. Mungkin ending Hostel, menurut saya, adalah yang cukup baik. Dengan segala penyiksaan yang dialami Paxton yang membuat penonton “kelelahan” sepanjang film, cara mengakhiri hidup si tokoh jahat sangat memuaskan penonton. Turistas tidak mempunyai ending yang baik untuk sebuah film dibandingkan film lain di genre yang sama.


Scene yang cukup diperhitungkan untuk film seperti Turistas ini adalah ketika sang dokter jahat tapi baik ini mengalami kekecewaan terhadap salah satu pembantunya dan harus mengakhiri hidup pembantu tersebut dengan menusuk matanya. Aksi menusuk mata ini tentunya tidak orisinil tetapi dengan cara dan kemampuan akting tokoh dokter ini, bagian ini adalah yang paling mengena menurut saya. Juga benang merah dari awal sampai akhir cerita sangat membuat film ini, bagi penggemar horor, layak untuk ditonton. Bahkan untuk non horror fans sekalipun.


Ps: ini film dewasa, soalnya lot of boobs to come :)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home